Demi Semangkuk Nasi

on 22 June 2006
Hari itu rasanya semua barang pingin aku lempar, tendang, buang. Kelelahan fisik terasa sudah mencapai titik kulminasi yang sulit sekali ku toleransi lagi. Bagaimana tidak?! Sudah berminggu-minggu aku sudah seperti Budak Romusha... Pulang pagi karena urusan kantor tapi ngantornya pun juga tetep harus pagi...

Teman: 'Asik banget ya kerja kayak lw bisa ke tempat-tempat WAH...'
Aku: 'Hahaha! Ya asiknya pas awal aja... Sekarang sih udah nggak kuat... Badan gw udah di hajar kanan kiri atas bawah niih... Bentar lagi rontok tau!'
Teman: 'Tapi kan lw bisa ketemu banyak temen baru kan? Masuk dunia para IT... Uh uh uh! Ngiri gw...'
Aku: 'Hmmm... Next time, lw gantiin gw deh kalo memang sebegitu pengennya... Lumayan juga punya assistent'

Teman
: 'Boleh deh... Tapi lw bantu-bantu gw ya...'

Aku: 'Terserah...'

Entah kenapa... Teman aku ini sebegitu irinya dengan aktivitas pekerjaanku. Dan dia bukan orang pertama yang mengutarakan hal yang serupa...
Masih banyak yang lain lagi menginginkan aktivitas yg sama.

Sore itu, aku tepekur di depan laptop, mencoba menyelesaikan major report project yg lain. Kondisi sudah emergency, harus segera dirangkum karena memang aplikasi akan dipakai user. Aku gk punya banyak waktu. Lagi-lagi aku harus mengorbankan waktuku untuk sebuah pekerjaan. Tentunya kalau boleh memilih, aku lebih prefer untuk tinggal di rumah... Oh well! Segara aku menyelesaikn tugas ini :D

Aku lirik jam di laptop, sudah lewat jam 12 malam. Deadline yg memburu tentunya menahan rasa kantuk yang luar biasa hebatnya. Akhirnya daripada
aku jatuh tertidur... aku puter mp3 sekencang-kencangnya. Menu aku malam itu adalah bergalon-galon air putih. Yaa... Pertama aku lagi ngantuk dan aku tidak ingin 'fly' dan mengoceh 'onde brai in de brei an de brei'. Tapi hal ini mengakibatkan aku jadi sering mondar-mandir WC.
Mataku tertarik untuk melihat si mas-mas yang sibuk membersihkan... Dari belakang sosoknya hitam kurus dan kecil... Rambut lurus agak panjang
. Ketika dia menoleh, yang aku lihat hanyalah peluh yang mengalir didahinya. Wajahnya tidak menyiratkan kesan apapun... FLAT! Entah apa yang ada dibenaknya saat itu...

Aku: 'Boleh minta tissue nggak mas?'

Mas: 'Adanya tissue ini...' Sambil menyodorkan tissue gulung kepadaku...
Aku: 'Nggak apa-apa... Ini juga boleh... Mmmm... udah berapa lama mas kerja?' Tanya aku sambil mengelap sisa-sisa air ditangan.
Mas: 'Baru satu minggu...' Menjawab dengan muka was-was dan heran. Entah mungkin dia bingung ada orang yang ngajak ngomong...
Aku: 'Nama mas siapa?' Tanya aku lagi dan kali ini aku benar-benar ingin tahu.
Mas: 'Sumiarto' Jawabnya dengan suara yang masih pelan
Aku: 'Aku Daniel' Sambil menyodorkan tanganku... Sumi membalas menjabat tanganku walau tampak ragu-ragu... 'aku juga lagi kerja disini...'
Sumi:'Ooh... mas yang biasa pulang malem ya?'
Aku: 'Ya betul! Seratus buat kamu!' Jawab aku dengan gaya juri Cerdas Cermat... Entah lucu dimana... Tapi nampaknya aku membuat si Sumi ini tertawa... Tampaklah deretan giginya yang kecil dan agak jarang...
'Kok kamu bisa kerja disini Sum?'
Sumi tertegun dan sempat terdiam...

Sumi: 'Aku kan anak paling tua... aku punya istri dan anak.. aku jg masih punya adik banyak... Dan orangtuaku juga nggak punya kerja mas... Jadi, aku yang kerja... Ditawarin kerja sama 'uak' aku yang udah duluan kerja disini'.
Aku: 'Memangnya kamu umur berapa Sum?'
Sumi: '22...'


Walau masih muda, tp dia seharusnya nggak berada disini. Jam segini pulak... Yang ku lihat diwajahnya hanyalah wajah seorang pria yg penuh mencari nafkah utk keluarganya... Bagaimana kalau saudaraku yang bernasib seperti dia?

Jam sudah menunjukan pukul 3 lewat, sementara musik masih berdentum kencang. Sebuah pemandangan yang tadinya cukup biasa buatku, namun kini menjadi sangat luar biasa... Luar biasa untuk seorang teman baruku yang bernama 'Sumiarto' yang aku yakin... tidak ada dari mereka yang tahu menahu... or most probably... tidak mau tahu...

Sumi... dimanapun kamu sekarang... semoga kamu tidak patah arang, semoga kamu berada disuatu tempat yang aman. With your 'nothingness', you've given me more than you could possibly ever imagined. Terimakasih untuk menyadarkan aku... Everything that you did... Semua hanya demi semangkuk nasi... demi bertahan untuk bisa terus hidup.

0 comments: